Musisi Jalanan


Ketika kita berada dalam bus kota, ataupun terhenti dalam lampu merah, tentunya kita sering melihat sekelompok ataupun individu orang yang membawa alat musik seperti gitar, ukulele, kontrabas, harmonika, bernyanyi dengan suara keras, dan terkadang sumbang, namun ada banyak yang mempunyai suara emas. Sehabis bernyanyi mereka mengeluarkan sebuah tempat 'kenclengan' dan meminta uang kepada penumpang bus, ataupun para pengendara mobil. Pemandangan seperti ini sangat sering kita jumpai di Jakarta.  Jakarta kota dengan tingkat urbanisasi paling tinggi, banyak orang berdatangan berharap bisa menggapai mimpi, khususnya untuk para musisi dari daerah. Ketika mereka ke Jakarta dan berhadapan dengan persaingan industri musik yang kejam, tak jarang mereka terpaksa turun ke jalan, menjadi musisi jalanan. Memperdengarkan karya-karya mereka pada orang-orang yang menganggap mereka hanya pengamen biasa, yang hanya memberikan uang receh.

Di sisi lain, ada juga dari mereka yang menjadi musisi jalanan yang disebabkan desakan ekonomi karena eksploitasi orang tua. Mereka umumnya bernyanyi asal-asalan, asalkan mereka dapat uang. Hal seperti ini yang kadang memprihatinkan. Karena umumnya mereka sebagian besar adalah anak-anak di bawah umur. Anak-anak putus sekolah yang diharuskan mencari uang karena desakan ekonomi oleh orang tua mereka.

Beberapa orang mungkin sangat terganggu dengan kehadiran para musisi jalanan, mereka yang terganggu umumnya malas memberikan uang recehan kepada tiap-tiap musisi jalanan. Sehingga mereka harus mengumpuli receh jika ada musisi jalanan yang mengamen. Apalagi jika ada musisi jalanan dibawah umur, mereka seperti mengemis. Tapi tidak jarang para musisi jalanan yang bernyanyi dengan bagus diberikan uang yang besar, dan juga bahkan mereka diundang ke suatu acara-acara besar dengan tarif yang lumayan ketimbang mereka hanya mengamen di jalan.

Seharusnya, para musisi jalanan tersebut dibuat semacam rumah singgah untuk para musisi jalanan, seperti yang dilakukan oleh seniman Harry Roesli dengan konsep Rumah Musik Harry Roesli di Bandung. RMHR sendiri adalah semacam rumah singgah yang terdiri dari beberapa musisi jalanan dari berbagai usia. Di sana diberikan pelatihan-pelatihan musik gratis, mengasah bakat para musisi jalanan untuk menjadi seorang musisi sejati. Dan sama sekali tidak dikenakan biaya. Sehingga para musisi jalanan berbakat pun tersalurkan bakatnya untuk mengadakan suatu penampilan besar, tidak hanya sebatas di jalan.

Praying For Change Foundation berhasil membuat konsep video champaign untuk menyatukan seluruh musisi jalanan yang ada di seluruh dunia. di Indonesia sendiri sempat ada sebuah acara MTV Musisi Jalanan, yang konsepnya hampir sama dengan Praying For Change Foundation. Saya pikir ini adalah suatu acara yang bagus untuk menyatukan seluruh musisi jalanan di Indonesia. Agar mereka tidak dianggap sebagai sampah masyarakat.

Saya tidak tahu apakah di Jakarta dibuat semacam rumah singgah untuk menampung para musisi jalanan seperti yang dilakukan oleh RMHR di Bandung. Sampai tulisan ini di post saya belum menemukan rumah singgah untuk musisi jalanan seperti RMHR di Jakarta. Saya berharap ada, agar bakat mereka bisa tersalurkan, dan juga tentunya mengurangi populasi anak jalanan. Dan di tiap-tiap kota pun seharusnya dibuat rumah singgah untuk para musisi jalanan, agar tercipta jaringan musisi anak jalanan nasional.

No comments:

Post a Comment