Cerita Tidak Ada Cerita
Mungkin karena luka aku jadi mencinta, atau sebab duka timbul asmara, yang pasti mungkin aku seorang durjana yang mengharapkan sosok Sinta. Semakin kamu menghina, semakin besar tumbuhnya cinta. Orang banyak mengatakan bahwa kisah ini tidak akan berakhir dengan bahagia, tidak seperti alur drama yang menjanjikan kesempurnaan pemeran utama. Dalam jemariku yang kurus dan dalam hatiku yang sedikit lebam, adalah kesembuhan jika mendapat hardikan dari bibir tipismu yang merah jambu. Aku selalu mengharapkan datangnya pagi yang bening, meski terkadang aku berfikir bahwa pagi bening hanya ada dalam mimpi yang kubuat sendiri. Sekiranya aku meninggalkan malam, maka aku sebenarnya sedang menyapanya. Yang kutinggalkan hanyalah harapan dari keinginanku semata.
Aku tidak sedang mengkultuskanmu, juga tidak sedang menyembah dirimu yang hanya manusia biasa. Jika penyataan mencinta dalam alinea ini mungkin sedikit kupertanyakan kembali. Apakah aku mengenali dirinya secara penuh, atau aku hanya menyukai cara dia menghina, sehingga kuanggap semua ini cinta, dan mengklaim bahwa aku mencintainya. Setiap kata yang kau ucapkan terjerat dalam tanda baca, terkadang aku yang terjebak di dalamnya. Atau aku yang bodoh. Jika memang aku bodoh, untungnya aku tidak pandir. Maka itu, aku harus jeli memaknai setiap kata yang keluar dari mulut melalui bibirmu yang dalam alinea ini berubah warna menjadi merah maroon.
Yang kuinginkan cukup sederhana, sebenarnya sebelum mengatakan tentang cinta, ada baiknya menumbuhkan rasa suka. Tetapi sepertinya hal itu tidak dilakukan olehmu. Oh..atau mungkin kamu hanya suka, suka yang sebatas biasa, bukan suka yang sebenarnya. Bisa jadi suka karena terpaksa, atau mungkin tidak suka sama sekali. Banyak memang kemungkinan bila kita memperbincangkan tentang suka, yang pasti aku belum tahu pasti apa maksud dibalik semua alinea-alinea yang kutuliskan di atas.
Banyak orang yang mengatakan bahwa ketika mulai mencintai seseorang haruslah melihat cara mereka menumbuhkan rasa cinta tersebut. Katanya, disitulah awal penilaian keseriusan terhadap seseorang.
Lantas aku berfikir, bahwa selama ini caraku untuk memikat hatimu adalah salah besar. Mungkin aku terlalu kampungan, atau terlalu militan, atau terlalu percaya diri, atau malah terlalu minder, atau memang banyak atau yang membuatku semakin terlihat norak.
Terkadang cacian, cemoohan, dan hinaan sudah kuanggap sebagai pujian. Karena sebagai seorang yang imajiner pesakitan hal itu pantas kusebut sebagai pujian.
Orang menganggap luka, tapi kuanggap itu cinta, penghargaan terbaik untuk saat ini menurutku hanyalah hinaan. Maka itu aku menyukaimu, sedikit mencintaimu, belum pasti memilikimu.
Sampai saat ini kamu hanya memberikan suatu pernyataan dalam pertanyaan, yang masih abu-abu, belum putih, yang masih jingga belum merah.
Ketidakmampuanku untuk memikat hatimu, sama halnya seperti menuliskan cerita ini. Banyak kalimat yang tidak jelas maksudnya, kejadian yang tidak runut, pilihan bahasa acak-adut.
Seperti menuliskan cerita yang tidak ada cerita, dan memang begitu.
~Maret 2012
Labels:
Fiksi Imaji
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment