Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 45) pasal 34 menyebutkan bahwa, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Pada praktiknya, hal ini tidaklah sejalan dengan apa yang dikatakan undang-undang tersebut. Anak terlantar (dalam hal ini anak jalanan) masih banyak kita jumpai di perempatan, bahkan di bus-bus kota. Kegiatan mereka umumnya adalah mengamen. Tak jarang dari mereka yang mengemis langsung dari mobil ke mobil.
Menurut Departemen Sosial, anak jalanan didefinisikan anak usia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan maupun di tempat-tempat umum. Kondisi perekonomian keluarga yang minim disinyalir menjadi alasan utama para anak-anak dibiarkan hidup di jalan.
Departemen Sosial menambahkan, sebelum masa krisis tahun 1997, diperkirakan ada 50.000 anak jalanan di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Pasca masa krisis, jumlah tersebut terus meningkat tajam, namun sulit mendapatkan angka yang pasti, karena mobilitas anak jalanan yang sangat tinggi dan kecenderungan memilih untuk menghindar saat proses pendataan.
Bandung merupakan salah satu kota padat penduduk dengan area yang tidak kecil, maka dari itu, penanggulangan anak jalanan menjadi permasalahan yang sulit terselesaikan. Penertiban anak jalanan yang dilakukan oleh pemerintah di beberapa titik tanpa adanya pemberian solusi hanya akan memindahkan jumlah, bukan mengurangi.
Berawal dari kegelisahan ini, timbulah gagasan sekelompok anak muda mendirikan komunitas peduli anak jalanan atau Save Street Child. Save Street Child (SSC) adalah komunitas berjejaring secara nasional yang peduli dengan anak jalanan. Dibentuk oleh anak muda, dikelola oleh anak muda dan bersifat independent. Komunitas ini bersifat desentralis sesuai dengan karaktersitik anak jalanan di tiap-tiap kota. Komunitas ini bukanlah dari organisasi besar manapun, merupakan komunitas yang mandiri secara finansial. Sudah ada di beberapa kota besar (Bandung, Surabaya, Jakarta, Makassar, Medan).
Save Street Child Bandung.
Save Street Child Bandung (SSCB) berdiri pada tanggal 15 Juni 2011. Dibentuk oleh dua orang mahasiswa perguruan tinggi di Jatinangor, Reza Aditya dan Ganda Permana. Tujuan dibentuknya komunitas ini selain akibat dari kegelisahan sosial terhadap banyaknya anak jalanan di Kota Bandung, juga sebagai wadah pemersatu antara komunitas atau yayasan pemerhati anak jalanan yang sudah lebih dulu ada di Bandung.
Setelah melakukan survei dan pendekatan kepada yayasan pemerhati anak jalanan yang ada di Bandung , mereka menemukan adanya kemandegan dalam hal kepengurusan suatu yayasan sosial tersebut. Kemandegan ini disebabkan dari kurangnya inovasi dan juga kurangnya tenaga pengajar (volunteer) pada yayasan-yayasan tersebut.
Untuk itulah, perekrutan dan sasaran para tenaga pengajar dan pengurus SSCB lebih ditekankan kepada anak muda (mahasiswa, pelajar, dsb). Karena anak muda diharapkan dapat memberikan inovasi, serta menjalin solidaritas yang kuat antara satu sama lain.
Selain itu, di awal terbentuknya, para anggota SSCB melakukan pelatihan-pelatihan dengan komunitas Sahaja ‘Sahabat Anak Jalanan’ yang berada di daerah Ciroyom, Bandung. Komunitas ini berfokus di wilayah Bandung bagian barat. Para anggota SSCB juga menginduk kepada Sahaja, mengikuti kegiatan di sana, serta berkenalan dengan para volunteer-volunteer Sahaja lainnya. Seiring berjalannnya waktu, SSCB dapat berjalan mandiri dan menjadi komunitas berjejaring nasional yang ada di Kota Bandung. Setelah itu, menyusul kota-kota besar lainnya.
Saat ini, kegiatan SSCB berada di daerah Buahbatu, Bandung. Aktifitas perminggu yang diadakan SSCB tidak hanya kegiatan belajar-mengajar (KBM). Tetapi juga kegiatan kreatifitas lainnya, seperti musik, menari, menggambar, dan lain sebagainya.
Jumlah anak jalanan untuk daerah Buahbatu sekitar 40 anak, yang sebagian besar berusia 10 tahun ke atas.
Pada perkembangannya, banyak pencapaian dari program SSCB yang sudah berjalan dengan baik. Salah satunya adalah program ‘Mari Menabung’.
Bank Anak Jalanan
Program ‘Mari Menabung’ yang dicanangkan SSCB sejak setahun yang lalu, membawa dampak positif bagi para anak jalanan, khususnya daerah Buahbatu, Bandung. Program ini bertujuan untuk menumbuhkan minat anak jalanan dalam menyisihkan sebagian dari penghasilan ngamen mereka untuk ditabung, serta memupuk kedisiplinan diri.
Umumnya kebiasaan anak jalanan adalah menghabiskan uang penghasilan mereka dalam sehari. Selain buat keperluan primer mereka, tak jarang yang menyebabkan mereka boros adalah akibat konsumsi zat adiktif (Lem Aibon). 45% dari penghasilan mereka untuk membeli lem aibon. Bahkan mereka lebih memilih untuk menghirup banyak lem, ketimbang makan.
Dalam melaksanakan program ini, SSCB mendata tiap-tiap anak jalanan yang rutin datang pada kegiatan yang dilaksanakan tiap hari Sabtu jam 4 sore ini. Mereka dibuatkan buku tabungan serta foto diri untuk identitas buku tabungan mereka. Untuk memancing keinginan mereka menabung, salah satu volunteer SSCB bersedia menyediakan saldo awal tiap-tiap tabungan, yaitu sebesar Rp. 20.000,--. Tiap minggunya, anak jalanan diwajibkan menabung minimal Rp. 1.000,--. Bila dalam seminggu yang menabung hanya 15 dari 40 anak, maka tidak ada hukuman apapun. Asalkan mereka tidak iri dengan teman mereka yang nanti tabungannya lebih banyak.
Tabungan-tabungan mereka yang sudah terkumpul banyak, diharapkan dapat memenuhi kebutuhan mereka. Serta mereka dapat mengatur siklus keuangan dan pengeluaran mereka. Program Mari Menabung ini pun sudah sedikitnya mengurangi 4 orang anak dari kebiasaan menghisap lem aibon.
Seiring berjalannya pertumbuhan volunteer, maka akan bertambahnya juga tempat-tempat KBM yang akan dituju oleh SSCB. Salah satunya adalah daerah Pasir Koja, Bandung. Dengan adanya tempat baru, maka program Mari Menabung ini akan tersebar. Dengan begitu, makin banyak anak jalanan yang tertarik untuk menabung.
Bahkan Sahaja sendiri sudah menerapkan program tabungan anak jalanan ini. SSCB sudah melakukan perbincangan dengan mereka mengenai Bank Anak Jalanan. Diharapkan dengan konsep ini tercipta kesejahteraan bagi seluruh anak jalanan yang ada di Bandung.
Seperti konsep Bank pada umumnya, dalam jangka kedepan, Bank Anak Jalanan ini dapat memberikan modal bagi anak jalanan yang ingin berwirausaha, kursus keterampilan, bahkan sekolah. Sekiranya ada satu dari sekian ribu anak jalanan di Bandung yang sukses tidak turun ke jalan lagi dari bantuan Bank Anak Jalanan ini, maka ia akan menjadi rolemode bagi anak jalanan lainnya. Hal ini diharapkan menjadi stimulus bagi anak jalanan lainnya untuk hidup lebih baik.
Pengelola dan pengawasan Bank ini, tetaplah anak muda (mahasiswa) yang mempunyai integritas dan bersifat sukarela. Sampai pada suatu saat nanti, ketika Bank Anak Jalanan sudah besar dapat digunakan bagi kaum-kaum marginal urban lainnya.
Dalam menghadapi pernyataan yang dilontarkan oleh Menteri Sosial pada kunjungannya ke Bandung, Minggu (14/10/2012) silam yang mengatakan bahwa Bandung akan bebas anak jalanan pada tahun 2014. Sudah selayaknya kita sebagai generasi muda melakukan perubahan dengan cara ikut mensukseskan program Bank Anak Jalanan ini. Karena anak muda sebagai generasi perubahan, mampu menciptakan inovasi-inovasi, terutama di bidang sosial dan kemanusiaan. Mungkin dewasa ini sudah tidak zaman dengan demonstrasi-demontrasi di jalan. Tapi dengan aksi yang nyata dan semangat juang yang membara, akan tercapai perubahan yang berarti. Demi menghadapi kebijakan dan aturan pemerintah terhadap anak jalanan, Bank Anak Jalanan ini sekiranya dapat membantu pemerintah mengurangi penangkapan-penangkapan anak jalanan melalui instrumen Satpol PPnya.
kalo ingin bergabung d komunitas SSCB gimana yah caranya?
ReplyDelete